'Jika kebenaran harus tunduk kepada hawa nafsu mereka, niscaya rusaklah seluruh langit dan bumi
serta orang-orang yang ada di dalamnya'
(QS Al-Mukminun : 31)

Thursday, January 14, 2010

Menyeragamkan Label Halal Dunia

Republika, Senin, 24 November 2008, 06:56 WIB

Pangan halal bukan cuma urusan negara Islam. Negeri-negeri dengan mayoritas non-Muslim pun mulai memperhatikan masalah ini. Australila terutama. Sertifikasi halal di Australia merupakan kewajiban dan berada di bawah pengawasan pemerintah. ''Perdagangan internasional penyebabnya,'' kata ketua lembaga pengawasan dan pemeriksaan obat dan makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Aisjah Girindra beberapa waktu lalu. Di dunia tanpa batas ini, katanya, pangan halal merupakan satu keharusan. Jika tidak, negara tersebut akan tersisih dalam persaingan. Perdagangan internasional pula yang mengakibatkan Australia dan beberapa negara di Eropa sangat memperhatikan masalah halal.

Maklum, kata Girindra, negara tersebut harus mempertimbangkan kondisi penduduk negara lain. Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Bila ingin menjual produk pangannya ke Indonesia, Malaysia, atau negara dengan mayoritas penduduk Muslim lainnya, maka tak ada lain kecuali memenuhi persyaratan tentang halal lewat sertifikasi. ''Untuk Indonesia memang ada persyaratan tentang sertifikasi halal terhadap produk impor.'' Peraturan tersebut dibuat menteri pertanian. Dengan demikian, kata Aisjah di ruang kerjanya, negara Eropa, Selandia Baru, dan Australia yang merupakan pemasok daging mentah dan olahan ke Indonesia harus mencantumkan atau melampirkan sertifikat halal pada produk ekspornya. Bagi negara pengimpor, sertifikat halal bukan perkara rumit. Makanan halal bukan halangan bagi umat non-Muslim. ''Makanan halal juga dikonsumsi non-Muslim. Jadi mengapa tidak sekalian dibuat berdasar standar halal.''
Namun di sinilah masalah muncul. Bagi umat Islam, daging halal itu harus dipotong oleh umat Islam dengan menyebut nama Allah saat menyembelih. Prosedur menyembelih pun khusus. Sementara teknologi berkembang yang melahirkan peluang subhat pada makanan. Misalnya penyembelihan hewan dengan cara stanning. Sebelum dipotong, hewan dibuat pingsan lebih dahulu. ''Barangkali ada yang mati sebelum dipotong. Kita tidak tahu,'' katanya. Bahkan ada negara Eropa yang tak memotong hewan pada leher dengan alasan mengakibatkan limbah. Padahal makanan halal itu proses.
Peraturan ini semula sempat tak diikuti masyarakat Eropa sebagai pengimpor daging. Mereka memiliki standar tersendiri yang bukan berpatokan pada halal. Namun, ketika mengimpor dagingnya ke Indonesia mereka tetap melampirkan sertifikasi halal. ''Mereka jadi seperti asal mencantumkan label halal.'' Sementara pemeriksaan tak dilakukan dengan benar. ''Kami tahu ada beberapa negara yang melakukan tindakan demikian.
Kami mengawasi terus sikap mereka,'' kata Aisjah yang mendalami kimia makanan. Sertifikasi halal seperti itu yang kemudian menjadi keprihatinan World Halal FoodCouncil. Dalam sidang mereka di Malaysia dua pekan silam, para pemerhati makanan halal sedunia mengisyaratkan standarisasi halal tingkat dunia. Labelnya pun akan diseragamkan.

''Biar mudah mengontrolnya. Jadi makanan halal di Indonesia bisa diakui di Eropa dan benua lain. Begitupun kita tak perlu meragukan sertifikasi halal yang dikeluarkan negara Eropa lantaran prosedurnya standar dan sama di tiap negara,'' kata perempuan yang sekaligus presiden World Halal Food Council. Standarisasi dan penyeragaman logo halal ini akan memudahkan perdagangan internasional. Dan pelaku bisnis di dunia internasional mulai memperhatikan masalah ini.

Maka lembaga sertifikasi halal di Amerika, dan Eropa pun kebanjiran order permohonan pemeriksaan. ''Para pengusaha internasional sadar betul masalah ini. Bila makanan mereka tidak halal, konsekuensinya tidak dikonsumsi orang.'' Soal standarisasi halal tingkat dunia, para pemerhati pangan halal dari 32 negara sepakat. Mereka sedang merancang logo halal dan menyiapkan standar pemeriksaan yang sama di tiap negara.

''Kita juga sudah siap untuk mengikuti standar internasional,'' lanjut wanita yang mengambil kuliah S1nya di bidang ilmu kedokteran hewan. Kemajuan standarisasi pemeriksaan halal ini akan dilaporkan pada pertemuan World Halal Food Council tahun mendatang di Jakarta. Saat itu diharapkan logo sudah terbuat. Prasana pemeriksaan yang sesuai standar pun sudah siap seluruhnya. Bila di dunia internasional, label halal sudah sedemikian penting, maka tidak demikian di negeri sendiri. LPPOM MUI seolah berjuang sendirian setelah DPR menolak rencana stiker halal. MUI memang tak terlalu peduli soal stiker. Yang menjadi perhatian mereka adalah cukup banyak label halal ditempelkan produsen pada kemasan produknya, sementara tak melewati pemeriksaan lebih dahulu.

MUI bercita-cita ada logo yang seragam sehingga umat Islam di Indonesia tak meragukan kehalalan produk tersebut. Aisjah mengakui ada usulan untuk mencantumkan logo haram pada makanan. ''Masalahnya teknologi pengolahan pangan sangat berpeluang mengakibatkan makanan haram. Lebih banyak makanan subhat daripada makanan halal di sekitar kita,'' katanya menutup pembicaraan. tid/dokrep/Agustus 2002